PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu adalah sumber pangan yang berasal dari hewani. Susu mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin-vitamin dan mineral. Susu merupakan salah satu bahan makanan yang lezat, mudah dicerna dan bernilai gizi tinggi dan sangat dibutuhkan oleh manusia dari berbagai umur. Akan tetapi susu juga mempunyai sifat yang mudah rusak (highly perishable) sehingga sangat cepat mengalami perubahan-perubahan rasa, bau, warna dan rupa. Dalam keadaan normal, susu hanya bertahan maksimal dua jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan maupun penurunan kualitas. Tetapi, dapat pula terjadi kerusakan susu kurang dari dua jam setelah pemerahan. Hal ini terutama karena tidak terjaganya kebersihan ternaknya terutama ambing pada waktu pemerahan berlangsung.
Susu kambing merupakan susu yang dihasilkan oleh kambing perah. Salah satu kambing perah yang ada di Indonesia yaitu kambing Peranakan Ettawa yang merupakan hasil persilangan kambing Ettawa dengan kambing lokal. Selama ini masyarakat Indonesia belum familiar dengan susu kambing jika dibandingkan dengan susu sapi. Susu kambing biasanya dikonsumsi segar karena susu kambing dianggap mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Susu kambing memiliki protein terbaik setelah telur dan hampir setara dengan ASI. Susu kambing terbaik adalah susu kambing segar (raw goat milk).
Pemamfaatan susu kambing sebagai bahan baku susu fermentasi masi jarang dilakukan, untuk meningkatkan daya terima masyarakat terhadap susu kambing biasanya di olah menjadi yogurt, keju atau tablet. Dengan mengolahnya menjadi susu fermentasi terutama yogurt diharapkan dapat menghilangkan aroma khas susu kambing, selain itu juga dapat memperpanjang dan meningkatkan nilai nutrisinya.
Kesadaran konsumen akan kandungan nutrisi dan nilai tambah yang diperoleh dari makanan dan minuman yang dikonsumsi semakin meningkat. Salah satu produk pangan fungsional yang sedang popular di masyarakat adalah susu fermentasi, terutama yogurt. Hal tersebut terkait dengan bukti ilmiah bahwa susu fermentasi mengandung nutrisi yang baik serta memiliki khasiat terhadap kesehatan manusia, terutama bagi saluran pencernaan.
Susu fermentasi merupakan salah satu produk olahan susu, diperoleh melalui proses fermentasi susu oleh mikroorganisme tertentu sehingga dihasilkan susu asam. Secara tradisional susu yang digunakan sebagai bahan baku susu fermentasi bisa berasal dari jenis binatang mamalia yang banyak ditemukan di daerah masing-masing, seperti susu unta, susu kambing, susu kuda, susu kerbau dan yang paling umum adalah susu sapi. Susu fermentasi memiliki rasa dan aroma yang khas tergantung dari mikroorganisme yang dipakai. Karakteristik fisik dari beberapa jenis susu fermentasi berbeda-beda. Yogurt mempunyai tekstur yang agak kental sampai kental atau semi padat dengan konsistensi yang homogen akibat dari penggumpalan protein karena asam organik yang dihasilkan oleh kultur starter.
Strain dan persentase bakteri asam laktat dapat mempengaruhi kualitas susu fermentasi baik dari segi komposisi kimia, rasa maupun tekstur susu fermentsi itu sendiri. Pada fermentasi susu menjadi yogurt umumnya menggunakan 5 strain bakteri, yaitu Lactobacillus acidophilus (asidofilus, atau disingkat A), Bifidobacterium Bifidum (bakteri Bifidus, disingkat B), Lactobacillus Casei, Streptococcus Thermophilus, dan Lactobacillus Bulgaricus. Streptococcus Thermophilus, dan Lactobacillu Bulgaricus merupakan dua bakteri yang biasa digunakan untuk pembuatan yogurt.
Keistimewaan susu fermentasi terletak pada umur simpan yang lebih panjang dibanding susu segar. Hal ini membuat susu ini lebih mudah dalam penanganan dan penyimpanan serta transportasi. Keasaman yang tinggi (pH < 4,5) membuat tidak disukai oleh mikroba-mikroba kontaminan. Manfaat lain yang membuat susu fermentasi ini digemari oleh penggemarnya adalah kandungan metabolit-metabolit hasil fermentasi yang baik bagi kesehatan tubuh terutama saluran pencernaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian tentang kualitas yogurt susu kambing yang di tambahkan berbagai bakteri asam laktat perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan protein, lemak, mikroorganise, kadar syneresis, kandungan asam laktat, dan ph yang terkandung pada yogurt susu kambing.

Hipotesis Penelitian
Ho = Penambahan berbagai bakteri asam laktat tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas yogurt susu kambing.
Ha = Penambahan berbagai bakteri asam laktat berpengaruh nyata terhadap kualitas yogurt susu kambing.

TINJAUAN PUSTAKA
Susu, Karakteristik dan Komposisinya
Susu adalah hasil pemerahan sapi-sapi atau hewan menyusui lainnya yang susunya dapat dimakan atau digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain (Hadiwiyoto, 1982). Menurut Marliyati (1992), susu adalah produk kelenjar susu (mammary gland) atau sekresi dari kelenjar susu binatang menyusui, selanjutnya Ressang dan Nasution (1989), menyatakan susu adalah susu sapi yang tidak dikurangi atau dibubuhi suatu apapun dan diperoleh dengan pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus.
Rahayu (1985) menyatakan bahwa susu normal mempunyai rasa dan bau yang sedap, rasa sedikit manis dengan aroma yang khas. Rasa manis pada susu menurut Ressang dan Nasution (1989), disebabkan oleh laktosa. Rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam lainnya. Warna putih pada susu adalah akibat penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat dan bahan utamanya yang memberi warna kuning adalah karoten dan riboflavin (Buckle, 1985). Susu juga mengandung nilai gizi yang tinggi sehingga merupakan sumber protein hewani yang baik bagi kesehatan (Jacobs, 1961). Susu mudah menyerap bau, ini disebabkan oleh butiran-butiran lemak pada susu memiliki permukaan luas (Buckle, 1985).
Berdasarkan Milk kodeks susu memiliki berat jenis minimal 1,028 sedangkan Eckles (1984), serta Ressang dan Nasution (1989), berpendapat bahwa berat jenis susu berkisar antara 1,027 – 1,035 dengan rata-rata 1,031. Adnan (1984) dan Buckle (1985), menyatakan bahwa pH susu berkisar antara 6,5 – 6,7 dengan titik didih berdasarkan Milk kodeks adalah 100,16 0C.
Susu merupakan suatu campuran yang kompleks, terdiri dari lemak, karbohidrat, protein dan banyak senyawa karbon lainnya serta garam-garam anorganik yang terlarut atau terdispersi dalam air (Marliyati, 1982). Kandungan zat gizi susu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase kandungan Zat Gizi Susu Murni
Komposisi Rata-rata (%) Variasi (%)
Protein
Lemak
Gula (Laktosa)
Mineral (Abu)
Air 3,6
3,7
4,8
0,7
87,2 2,9 – 5,0
2,5 – 6,0
3,6 – 5,5
0,6 – 0,9
85,5 – 89,5
Sumber: Hadiwiyoto (1994)
Susu Kambing
Susu kambing adalah susu yang dihasilkan oleh kambing betina setelah melahirkan, dalam jangka waktu 0-3 hari dihasilkan susu kolostrum yang mengandung sangat banyak zat gizi jika dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing hanya dikonsumsi sekadarnya saja, atau lebih karena susu ini dianggap mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Susu kambing rata-rata banyak dikonsumsi di Timur Tengah sejak 7000 SM. Ini dikarenakan, susu kambing memiliki protein terbaik setelah telur dan hampir setara dengan ASI (www.wikepedia.com).
Beberapa Keunggulan susu kambing dibanding susu sapi adalah kadar fluorin susu kambing 10-100 kali lebih besar lebih besar dibanding susu sapi yang bermanfaat sebagai anti septik alami dan dapat membantu menekan pembiakan bakteri didalam tubuh, dan bersifat basa (alkaline food) sehingga aman dikonsumsi dan bermanfaat bagi tubuh, Protein pada susu kambing sangat lembut dan efek laksatifnya sedikit, sehingga tidak menyebabkan diare, lemaknya juga mudah dicerna, karena mempunyai tekstur yang lembut dan halus dibandingkan dengan susu sapi. Kandungan Sodium (Na), Fluorine (F), Kalsium (Ca), Fospor (P), yang dominan sangat baik untuk kesehatan (www.susukambing.net).
Susu Kambing diduga memiliki antiseptik alami dan diduga dapat membantu menekan pertumbuhan bakteri dalam tubuh karena mengandung fluorine 10 – 100 kali lebih besar dari susu sapi. Susu kambing juga memiliki protein dan efek laksatifnya rendah, sehingga tidak menyebabkan diare bagi yang mengkonsumsinya. (Moeljanto, Rini Damayanti dan Wiryanta, B.T. Wahyu, Tahun 2002, Khasiat dan Manfaat; Susu Kambing, Agromedia Pustaka, Depok).
Kandungan gizi dalam susu kambing dapat meningkatkan pertumbuhan bayi dan anak-anak serta membantu menjaga keseimbangan metabolisme, mendukung pertumbuhan tulang dan gigi, serta membantu pembentukan sel-sel darah dan jaringan tubuh. Disamping itu, kandungan berbgai mineral dalam susu kambing memperlambat osteoporosis. (Sodiq, A. Dan Abidin, Z.,Tahun 2002, Kambing Peranakan Etawa; Penghasil susu Berkhasiat Obat, Agromedia Pustaka Depok).
Butir-butir susu lemak kambing memang lebih kecil dibandingkan susu sapi. Susu kambing mudah diserap tubuh manusia, itu sebabnya dapat diminum oleh bayi diatas enam bulan, manula, dan baik bagi penderita radang usus. (Tabloid Mitra Bisnis, Minggu IV Mei 1999, Memelihara Peranakan Etawah lebih baik dari bunga Bank).
Tingkat keasaman susu kambing relatif basa, sehingga cocok untuk mereka yang mengalami gangguan perut dan pencernaan . Dalam kondisi lambung bersuasana asam, susu kambing bisa menetralkannya. (Harian Pikiran Rakyat, 15 Oktober `998, Susu Kambing Berkhasiat Bagi Perut).
Sebuah penelitian tentang susu sapi, susu kambing dan asi yang dilakukan salah satu Departemen Pertanian Amerika (United State Departement of Agriculture) USDA tahun 1976 menyebutkan data sebagai berikut.
Tabel 2. Perbedaan kandungan susu sapi, kambing dan ASI

Komposisi Susu Sapi Susu Kambing ASI
Protein (Gram) 3,3 3,6 1,0
Lemak (Gram) 3,3 4,2 4,4
Karbohidrat (gr) 4,7 4,5 6,9
Kalori (cal) 61 69 70
Fosfor (gram) 93 111 14
Kalsium (gram) 19 134 32
Magnesium (gr) 13 14 3
Besi 0,05 0,05 0,003
Natrium (gram) 49 50 17
Kalium (Gram) 152 204 51
Vitamin A (IU) 126 185 241
Thiamin (mg) 0,04 0,05 0,014
Ribiflavin (mg) 0,16 0,14 0,04
Niacin (mg) 0,08 0,28 0,18
Vitamin B 6 (gr) 0,04 0,05 0,01
Sumber : United State Departement of Agriculture (USDA. Th 1976)
Fermentasi Susu
Susu fermentasi adalah semua modifikasi yang terjadi pada sifat kimia atau sifat fisik susu yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan. Proses fermentasi pada susu tidak hanya berperan didalam menghasilkan flavor yang disukai dan tekstur yang lembut, tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan dan degradasi produk. Untuk memastikan fermentasi yang diinginkan terjadi, kultur mikroba dengan sifat-sifat yang diketahui ditambahkan kedalam substrat susu atau produk susu (Frank dan Marth, 1988).
Fermentasi pada susu bertujuan agar susu tidak cepat membusuk dan menghasilkan produk olahan susu dengan rasa, aroma, tekstur dan lain-lain yang diinginkan. Disamping menghindari atau mencegah hal-hal yang tidak menguntungkan bagi kesehatan (Hanlin dan Evancho, 1992).
Menurut Platt (1990) manfaat yang diperoleh dari fermentasi susu ada empat yaitu : (1) Sebagai pengawetan alami, (2) Meningkatkan nilai nutrisi, (3) Menimbulkan rasa dan tekstur yang diinginkan, (4) Meningkatkan variasi dalam makanan. Proses fermentasi berlangsung sampai tingkat keasaman yang diinginkan tercapai dan bervariasi pada tiap strain mikroorganisme, komposisi susu dan temperatur fermentasi.
Komposisi yang paling berperan selama proses fermentasi adalah laktosa dan kasein. Laktosa digunakan oleh mikroorganisme dan menghasilkan asam laktat yang akan menurunkan pH susu (Kosikowski, 1982). pH susu yang terbentuk pada proses fermentasi sekitar antara 4,4 – 4,5 dan diikuti terbentuknya aroma yang kuat oleh adanya senyawa-senyawa volatil lainnya. Pada pH rendah protein susu akan terkoagulasi sehingga terbentuk gumpalan yang semakin lama semakin banyak (Kuswanto dan Sudarmaji, 1989).
Winarno (1980) mengatakan makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya. Hal ini disebabkan karena mikroba bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. Mikroba pertama-tama akan menyerang karbohidrat (laktosa) kemudian protein dan berikutnya lemak (Desrosier, 1988).
Menurut Roginski (1988) bahwa pengaruh susu fermentasi terhadap kesehatan manusia antara lain:
1. Meningkatkan dan memperbaiki daya cerna protein dan lemak
2. Merangsang pengeluaran sekresi pencernaan seperti air ludah, cairan lambung, empedu dan pencernaan.
3. Meringankan reaksi alergi terhadap protein susu
4. Dapat menahan zat-zat posfor, kapur dan besi
Rasa susu fermentasi didominasi oleh asam laktat yang timbul pada proses fermentasi susu oleh starter. Gula yang terdapat dalam susu (laktosa) difermentasi oleh bakteri starter dan menghasilkan asam laktat. Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan biakan murni mikroba. Tipe dan karakter masing-masing mikroba yang digunakan merupakan faktor yang paling penting yang akan menentukan hasil fermentasi (Setiawati dan Rahayu, 1992). Adapun syarat standar mutu yogurt menurut SNI 01-2981-1992 untuk cemaran mikroba sebagai berikut: Bakteri colliform maks 10, E. coli < 3 dan Salmonella negatif / 100 gram.
Tabel 3. Standar Mutu Yogurt
Kriteria Uji Persyaratan
Keadaan
Penampakan Cairan Kental Sampai Semi Padat
Bau Normal / Khas
Rasa Asam / Khas
Konsentrasi Homogen
Lemak, % Maks. 3,8
Bahan kering tanpa lemak, % Min. 8,2
Protein, % Min. 3.2
Abu Maks. 1,0
Jumlah Asam Laktat, % 0,5 – 2,0
Cemaran logam:
Timbal (pb), mg/kg Maks. 0,3
Tembaga (Cu), mg/kg Maks. 20,0
Seng (Zn), mg/kg Maks. 40,0
Timah (Sn), mg/kg Maks. 40,0
Raksa (Hg), mg/kg Maks. 0,03
Arsen (As), mg/kg Maks. 0,1
Cemaran Mikroba
Bakteri Colliform Maks. 10
E. coli 3,5 (optimum 6,8). Mikroba ini membentuk asam laktat yang terdiri atas 65% L(+) dan 35% DL. Aktivitas bakteri L. Casei diperlambat pada suhu 15 ºC. Oleh karena itu susu hasil fermentasi oleh bakteri ini sebaiknya disimpan pada suhu (± 5ºC). Meningkatnya suhu menurunkan jumlah bakteri (Hull et al., 1992 ; Mitsuoka, 1990 ; Anonim, 1980d ; morishita et al., 1974 dalam Margawani, 1995).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Zat Gizi dalam Susu
Kerusakan zat gizi pada pengolahan susu dapat berupa terbentuknya pigmen coklat (melanoidin) akibat reaksi Mallard. Reaksi Mallard adalah reaksi pencoklatan non enzimatik yang terjadi antara gula dan protein susu akibat proses pemanasan yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama seperti pada proses pembuatan susu bubuk.
Selain faktor yang mempengaruhi kerusakan zat gizi, susu dapat juga akan rusak karena penyimpanan yang kurang diperhatikan, penyimpanan adalah penempatan bahan pangan dalam suatu tempat yang aman dalam waktu tertentu sehingga bahan pangan tidak cepat rusak, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam penyimpanan adalah faktor suhu (Setyohadi, 1994). Secara umum produk-produk susu fermentasi akan terjaga baik apabila selama penjualan produk tersebut selalu disimpan di lemari pendingin atau refrigerator. Menurut Setiawati dan Rahayu (1992) penyimpanan susu fermentasi sampai dikonsumsi pada suhu 40C. Susu fermentasi mempunyai daya tahan kurang lebih 3 minggu pada temperatur 4-50C. Selama penyimpanan susu fermentasi mengalami penurunan pH secara terus menerus.
Pada suhu yang lebih tinggi akan mempercepat penurunan pH (Rahman, dkk 1992). Buckle dkk (1985) menyatakan bahwa suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme.

Protein
Protein susu terdiri dari casein, laktalbumin dan laktoglobulin. Casein merupakan komponen terbesar dari protein susu yaitu sekitar 80 % dan bukan merupakan protein tunggal. Casein terdiri dari bermacam-macam protein yang dapat dipisahkan dan mempunyai sifat yang berbeda.
Laktalbumin terdapat dalam jumlah yang sedikit lebih tinggi dari laktoglobulin dan sangat stabil terhadap panas (Sumuditha, 1989). Menurut Ressang dan Nasution (1989) casein merupakan protein terpenting dalam susu yang terdapat dalam bentuk calsium caseinat. Casein mengandung semua asam-asam amino essensial, karena itu casein baik dalam susu maupun dalam produk olahan susu merupakan komponen yang penting. Ditambahkan oleh Buckle dkk. (1997), bahwa protein susu terbagi atas dua kelompok utama yaitu; a) Casein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim renin; b) Protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu 65 OC.
Casein merupakan bagian protein yang terbanyak dalam susu yang mempunyai sifat sangat peka terhadap perubahan keasaman sehingga dengan menurunnya pH susu sampai 4,8 akan menyebabkan casein tidak stabil dan terkoagulasi dan padatan yang terbentuk disebut susu asam (Sirait, 1984). Pengendapan casein mencerminkan adanya pengaruh asam terhadap protein. Perubahan keasaman pada produk fermentasi umumnya disebabkan adanya pengaruh laktosa sehingga terjadi penguraian protein. Casein sangat peka terhadap perubahan keasaman, sehingga semakin tinggi keasaman maka pH akan menurun (Murti dan Ciptadi, 1988).
Secara umum fermentasi susu asam dapat meningkatkan nilai biologis protein susu. Selanjutnya Purwadi (1995) mengatakan bahwa bakteri asam laktat mampu mendegradasi protein dalam fermentasi susu sehingga menghasilkan aroma yang spesifik.
Kemampuan memecah molekul protein dalam bahan pangan terbatas hanya pada beberapa spesies mikrobia yang dapat menghasilkan enzim proteolitik ekstraseluler. Akan tetapi, jenis-jenis mikrobia tersebut tidak selalu merupakan mikrobia yang dominan pada bahan pangan berprotein tinggi seperti daging dan ikan. Umumnya, spesies proteolitik ini yang berperan, kemudian dikalahkan oleh spesies lain yang tumbuh pada produk yang telah terdegradasi. Dengan demikian, tahap akhir kerusakan bahan pangan berprotein tinggi menjadi cukup kompleks, karena sebagian spesies mikrobia akan menggunakan produk hasil degradasi yang berbeda, misalnya berbagai macam asam amino yang dihasilkan (Supardi dan Sukamto, 1999).

Lemak Susu
Lemak susu secara umum merupakan senyawa kimia yang masuk dalam kelompok ester yang tersusun atas asam-asam lemak dan gliserol. Sembilan puluh persen dari komponen lemak susu adalah asam-asam lemak yang terbagi atas asam-asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh yang dominan dalam lemak susu secara berurutan adalah asam miristat, palmitat dan stearat dengan kisaran 7-11 persen, 25-29 persen dan 7-13 persen dari total asam lemak (Adnan, 1984).
Lemak di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah rata-rata 3 mikron (Buckle et al., 1987). Noor, (2002) dan Rahman et al. (1992) menjelaskan bahwa butiran-butiran atau yang disebut juga globula tersebar merata didalam susu sebagai emulsi lemak dalam air, dimana globula lemak berada dalam fase terdispersi. Setiap globula lemak dilapisi oleh lapisan tipis yang terdiri dari protein dan fosfolopida, terutama lesitin yang terdapat dalam jumlah kecil di dalam susu. Adanya lapisan ini yang menyebabkan globula lemak tidak dapat bergabung satu sama lain sehingga emulsi susu menjadi stabil. Kandungan lemak dalam susu nantinya dapat berpengaruh dalam pembentukan asam lemak dan pada akhirnya akan menciptakan citarasa yang khas (Legowo, 2002).
Pemecahan lemak (lipolisis) telah diyakini merupakan reaksi kimia penting dalam pengembangan cita rasa dalam pembuatan yogurt. Walaupun telah diketahui bahwa lipolisis dianggap reaksi biokimia penting dalam pengembangan rasa, tidak banyak publikasi yang menyangkut pemecahan lemak selama proses fermentasi. Lipolisis selama proses fermentasi susu diduga berpengaruh terhadap citarasa produk akhir karena akan menghasilkan asam lemak mudah terbang atau ”Volatile Fatty Acid” (VFA). Menurut Simanjuntak dan Silalahi (2003) yang termasuk golongan VFA antara lain asam kaproat, asam kaprilat dan asam kaprat. Menurut Soeparno (1992) asam lemak tersebut termasuk golongan asam lemak mudah larut, sehingga berperan penting dalam pembentukan cita rasa produk olahan susu.
Ressang (1989) menambahkan lemak yang terdiri fosfolipit dan sterol, terdapat sekitar 3,7 persen dalam susu, dan dapat dipecah oleh bakteri menjadi asam lemak yang mudah menguap. Ansori dkk (1992) menyatakan bahwa susu dengan kandungan lemak susu akan merangsang pertumbuhan bakteri dan pembentukan asam dibandingkan dengan susu yang kandungan lemaknya rendah. Hal ini disebabkan karena susu dengan kandungan lemak tinggi mengandung lebih banyak laktosa, protein dan mineral.
Buckle (1985) menambahkan bahwa kerusakan yang terjadi pada lemak susu menyebabkan adanya flavor yang menyimpang dalam produk-produk susu. Daulay (1990) berpendapat bahwa lemak pada susu berada sebagai suspensi encer dalam globula-globula kecil. Tabbada (1982) menambahkan bahwa lemak susu merupakan komponen yang paling penting pada susu. Lemak susu berbentuk butiran, tersebar di dalam susu sebagai emulsi lemak dalam medium air.
Lemak didefinisikan sebagai komponen bahan pangan yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik (Dedi dkk., 1991). Menurut Hadiwiyoto (1994) Lemak merupakan komponen susu yang penting, karena lemak dapat memberikan energi yang lebih besar dari pada protein maupun karbohidrat. Menurut Rahman dkk (1992) Kadar lemak susu dalam yogurt berkisar 1,0 – 3,25 persen. Berdasarkan kandungan lemak dalam yogurt, maka yogurt dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu yogurt yang mengandung maksimum 3,25 persen lemak susu, yogurt dengan kadar lemak rendah bila mengandung lemak susu 0,5 – 2,0 persen dan yogurt tanpa lemak bila mengandung lemak susu kurang dari 0,5 persen. Susu dengan kandungan lemak tinggi akan merangsang pertumbuhan bakteri dan pembentukan asam dibandingkan dengan susu dengan kandungan lemaknya rendah. Hal ini disebabkan susu dengan kandungan lemak tinggi mengandung lebih banyak laktosa, protein dan mineral. Winarno (1993) menyatakan bahwa lemak susu khususnya trigliserida mengandung asam lemak jenuh yang tinggi kadarnya serta rendah dalam konsentrasi asam lemak tidak jenuh terutama linoleat dan linolenat.
Adanya lemak dalam bahan pangan memberi kesempatan bagi jasad renik lipolitik untuk tumbuh secara dominan. Keadaan ini mengakibatkan kerusakan lemak oleh mikroorganisme dan menghasilkan zat-zat yang disebut asam lemak bebas yang mempunyai bau dan rasa yang tengik. Ketengikan pada susu pada umumnya disebabkan secara dominan oleh Pseudomonas fragii dan P. Fluorensis dan khamir sejenis Candida lipolytica. Jenis-jenis mikroorganisme ini merusak lemak susu dan membebaskan asam-asam mudah menguap (volatil) seperti asam kaproat dan butirat. Candida lipolytica dapat tumbuh dipermukaan mentega (Supardi dan Sukanto, 1999).
Derajat Keasaman (pH)
Susu segar mempunyai pH 6,6 – 6,7 dan bila terjadi fermentasi spontan akibat aktivitas bakteri, pH susu dapat turun secara nyata sekitar 4 – 5. Sebaliknya pH susu dapat naik diatas 6,7 bila sapi menderita penyakit mastitis (Hadiwiyoto, 1994).
Gaman dan Sherington (1992) menyatakan bahwa jika susu menjadi asam karena menghasilkan asam laktat, maka pH susu menurun sehingga protein susu yaitu kasein akan terkoagulasi menjadi gumpalan-gumpalan koagulan yang makin lama makin banyak. Selama penyimpanan susu yang telah terfermentasi akan mengalami penurunan pH secara terus menerus.
Penyimpanan susu pada suhu yang lebih tinggi akan mempercepat penurunan pH susu (Rahman dkk., 1992). Buckle dkk. (1985) menyatakan bahwa suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara yang berlawanan apabila suhu naik, kecepatan akan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan juga terhambat. Dan apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati.
Sineresis
Halwakar dan Kallab (1983) mengatakan bahwa sinerisis dalam pembuatan yogurt merupakan sesuatu yang tidak disenangi, karena dapat menyebabkan ketidakstabilan tekstur yogurt yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan tekstur, baik karena adanya getaran pada waktu pemindahan produk maupun pada waktu transportasi.
Rahman (1992), mengatakan untuk mencegah terjadinya pemisahan cairan (wheying of atau sineresis) pada yogurt, sebelum dilakukan inokulasi sebaiknya susu dihomogenisasi terlebih dahulu. Dengan dilakukannya homogenisasi terlebih dahulu. Dengan dilakukannya homogenisasi ini selain untuk menegah sineresis, juga akan membuat tekstur yogurt akan lebih lembut.
Yusdar dkk (1998) mengatakan bahwa untuk memecahkan masalah terjadinya sineresis dapat dilakukan dengan starter yang memproduksi polysaccharide atau starter yang mempunyai capsul. Ditambahkan juga oleh yusdar (2000) bahwa peningkatan total solid akan mengurangi persentase sineresis. Ditegaskan lagi oleh Rahman dkk (1992), penggunaan bahan penstabil dalam yogurt selain untuk memperlembut atau memperlunak tekstur, juga untuk mencegah atau mengurangi sineresis sehingga yogurt dapat lebih tahan lama. Bahan penstabil yang sesuai untuk yogurt adalah bila bahan tersebut tidak mengeluarkan flavor lain, efektif pada pH rendah dan dapat terdispersi dengan baik. Bahan penstabil yang biasanya digunakan adalah gelatin, carboxy methyl cellulosa (CMC), alginat dan karagenan dengan konsentrasi sekitar 0,5 sampai 0,7 %.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Susu, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2010.

Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing yang diolah menjadi yoghurt dan kemudian dilihat jumlah mikroorganisme, batas kadaluarsa dan juga derajat keasamannya.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah susu kambing peranakan ettawa, violet red bile agar (VRBA), vogel johnson agar (VJA), aquades, H2SO4, NaOH, K2C2O7. H20. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa erlemeyer 250 ml, buret, sumbat karet, alumunium foil, botol kecil, sendok, timbangan analitik, micropipet, cawan petridis, penangas air (water bath), inkubator, pH meter, quebee colony counter dan refrigerator .

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan. Jika terdapat perbedaan antara perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torre,1993).

Model Matematika
Yij = µ + T + Eij
Keterangan :
Yij = Nilai Pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j
µ = Nilai tengah
T = Pengaruh perlakuan ke-i
Eij = Kesalahan/galad percobaan pada perlakuan ke-i
Tabel 4. Bagan Rancangan Penelitian
Ulangan Perlakuan
A B C D
1 A1 B1 C1 D1
2 A2 B2 C2 D2
3 A3 B3 C3 D3
4 A4 B4 C4 D4
5 A5 B5 C5 D5

Keterangan :
A = Yogurt susu kambing dengan bakteri L. Bulgaricus + S. Thermophillus
B = Yogurt susu kambing dengan bakteri L. Bulgaricus
C = Yogurt susu kambing dengan bakteri L. Casei
D = Yogurt susu kambing dengan bakteri L. Acidophillus

Parameter Penelitian
1. Analisis kadar asam laktat
• Ditimbang sampel susu fermentasi sebanyak 18 gram dan kemudian dimasukkan kedalam erlemeyer
• Ditambahkan larutan phenolphthalien sebanyak 3-4 tetes sebagai indikator
• Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sehingga terbentuk warna merah muda yang stabil.
• Dicatat sebanyak NaOH yang dihabiskan untuk titrasi kadar asam laktat dihitung dengan menggunakan rumus
Kadar asam laktat =
2. Analisis keasaman (pH)
• pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan penyangga pH 4,7 dan 9 pada suhu 200 C.
• Elektroda pH meter dicuci dengan aquadest dan dikeringkan dengan menggunakan tisue.
• pH sampel diukur dengan memasukkan elektroda pH meter ke dalam botol berisi sampel
• Dicatat angka yang tertera pada pH meter
• Elektroda harus dicuci dengan aquadest dan dikeringkan menggunakan tisue sebelum dimasukkan sampel lain.
3. Analisis jumlah mikroba hidup (total cell count)
• Media dibuat dengan menimbang 27,9 gram M.R.S agar (deman, rogosa, sharpe) dilarutkan kedalam aquadest 450 ml dan disterilkan kemudian dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 450 C.
• Diambil 1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer, lalu divorteks hingga menjadi homegen. Selanjutnya dibuat hingga pengenceran 10-6.
• Dari pengenceran 10-6, diambil 1ml suspensi dimasukkan dalam cawan petri dan ditambah 10 ml media cair serta digoyang secara rotasi hingga media merata kemudian dibiarkan sampai media menggumpal.
• Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 300C (cawan petri diletakkan secara terbalik).
• Dihitung jumlah coloni yang tumbuh setelah 48 jam masa inkubasi.
TCC (CFU / ml) = jumlah bakteri yang tumbuh x
4. Kadar Protein (Metode Analitik)
– Dimasukkan 25 ml susu + 0,25 ml phenolphthalein + 1 ml K2C2O7. H20 ke dalam erlenmeyer I
– Didiamkan 2 – 3 menit, selanjutnya dititrasi dengan NaOH sampai sesuai dengan warna standar (merah jambu) yang tetap
– Ditambahkan 5 ml formalin lalu dititrasi lagi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu yang tetap
– Dicatat jumlah NaOH yang dipakai setelah penambahan formalin (titrasi kedua) sebagai V1
– Dimasukkan 25 ml aquades, 0,25 ml penolphthalein 2%, 1 ml K2C2O7. H20 dan 5 ml formalin ke dalam erlenmeyer II
– Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai sesuai dengan warna standar (merah jambu)
– Dicatat jumlah NaOH yang dipakai sebagai V2
Kadar protein dapat dihitung dengan mengunakan rumus sebagai berikut:
Kadar Protein (%) = (V1 – V2) x 1,83

5. Penentuan Kadar Lemak (Metode Gerber)
– Masukkan 10 ml larutan H2SO4 pekat kedalam butyrometer
– Tambahkan 10,9 ml sampel susu fermentasi secara perlahan-lahan melalui dinding tabung kedalam butyrometer
– Tambahkan 1 ml amyl alkohol
– Butyrometer ditutup dengan sumbat karet, kemudian dikocok dengan menggunakan gerakan angka delapan selama lima menit atau sampai terlihat warna coklat pada larutan
– Butyrometer direndam dalam water bath dengan posisi kepala diatas selama tiga menit
– Kemudian disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 110 rpm
– Persentase kadar lemak dapat dibaca pada skala butyrometer
6. Penentuan kadar syneresis (Metode harwalkar dan Kalab) 1983
– Sampel ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu disimpan ke dalam refrigerator (suhu 5 ºC) selama 1 jam.
– Kemudian sampel dimasukkan ke dalam setrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
– Ditimbang supernatan (caian whey) yng didapat dari masing-masing perlakuan yang telah disentrifus.
Syneresis = berat supernatan / berat sampel x 100 %

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Edisi ke-2. Andi offset. Yogyakarta.

Ansori Rahman., Srikandi, F., Winiarti P. R., Suliantari, C.C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi susu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. PAU. Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Buckle, K., A. R. A. Edward., G. H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Cetakan Pertama, U. I. Press, Jakarta.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Daulay, D. 1990. Fermentasi Keju. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor

Dedi, F., N. L. Puspitasari dan H. W. Hariantono. 1991. Analisa Pangan Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Eckles, C. H., W. B. Combs and H. Macy. 1984. Milk and Milk Product. 4th Ed. Mograw Hill Publishing Co. Ltd. New Delhi.

Fardiaz, S. 1983. Keamanan Pangan, Jilid 1: Bakteriologi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fak. Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

¬¬_________ 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjutan. PAU. Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Frank, J. F. And F. H Marth. 1988. Fermentation in Fundamental of Dairy Chemistry. 3rd (Ed) Van Nestrandd Reihold, New York.

Frazier Wc, West hoff DC. 1988. Food Microbiology. 4th ed. Mc. Graw Hill Book Co. Singapore.

Gaman, P. M dan K. B. Sherrington, 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Cattle Principles, Practicals, Problem and Profits. 3th ed. Lea and Febiger. Philadelpia.

Hadiwiyoto, S. 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya (Teori dan Praktek). Liberty. Yogyakarta.

Hanlin, J. H. and G. M. Evancho. 1992. The Benefical Role of Microorganism. The Safety and Stability. of Refrigrated Foods. in: C. Dennis and M. Sringcar. (Ed). Chilled Foods. A. Comprehensive Guide. Ellis Horword, New york.

Kuswanto, K. R. dan S. Sudarmadji. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU, UGM. Yogyakarta.
Kosikowski, F. 1982. Cheese and Fermanted Milk Foods, 3rd. (ed). Kosikowski dan Associates, New York.

Legowo, A. M. 2002. Peranan Yogurt sebagai Makanan Fungsional. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 27: 142-150.

Marliyati, S. Sulaiman, dan A., Faisal. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Mitsuoka T. 1990. A Profile of Intestinal Bacteria. Yakult Hosnha Co., Ltd. Tokyo.

Murti, T. W. dan G. Ciptadi. 1988. Kerbau Perah dan kerbau Kerja. PT. Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Noor, R. R. 2002. Khasiat Susu dan Daging Kambing. (http://www.kesehatan.com/news/htm diakses 14 April, 10.30 WIB)

Oberman, H. 1985. Fermanted Milk in: R. J. B. Wood. Microbiology of Fermented Food Vol. 1. Elsevier Applied Science Publish Ltd, London.

Pederson, C. S. 1971. Microbiology of Food Fermentation, Avi Publishing Co. Inc. Westport, Connecticus.

Purwadi, M. Ardana dan E. S. Widiaastuti. 1995. Uji Kemampuan Bakteri Asam Laktat Pada Yoghurt dan Pertumbuhan Salmonella Typhosa. Jurnal Unibraw. 7; 62-68.

Platt, G. S. 1990. Fermanted Foods in G. G. Birch, G. C. Platt and M. G. Lindley (editor). Foods for the gos. Elsevier.

Rahayu. 1985. Melindungi Kualitas Susu Agar Tetap Baik. Swadaya Peternakan Indonesia. 19: 11-13.

Rahayu., Suliatri dan C. C Nur Witri. 1992. Technologi Fermentasi Susu. PAU. Bogor.

Rahman, A. S. Fardiaz., W. P. Rahayu Suliantari dan C.C. Nurwitri 1992. Technologi Pengolahan Susu. Depdikbud Dirjen PT. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Ressang, A. A. dan A. M. Nasution. 1989. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu, Edisi ke-4. Bagian Kesmavet . Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.

Setiawati dan S. Rahayu. 1992. Buku Teknik dan Pengembangan Peternakan Seri: Penanganan Susu. Dirjen Peternakan. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Jakarta Pusat.

Setyohadi, M. 1994. Pengaruh Penyimpanan Susu Pasteurisasi. Swadaya Peternakan Indonesia, (99: 27-29).

Simanjuntak, M.T dan J. Silalahi. 2003. Biokimia. http;//www.Library.usu.ac.id
(Didownload tanggal 1 Februari 2006)

Sirait, C. H. 1984. Proses Pengolahan Susu menjadi Yoghurt. Wartazoa, Bogor

Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Sodiq, A. Dan Abidin, Z.,Tahun 2002, Kambing Peranakan Etawa; Penghasil susu Berkhasiat Obat, Agromedia Pustaka Depok

Sumuditha, M. 1989. Air Susu dan Penanganannya. Fakultas Peternakan Udayana, Denpasar.

Supardi I, Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung: IKAPI.

Tabbada, E, V dan Izwani. 1982. Pengetahuan Bahan Makanan. FKIP. Unsyiah. Banda Aceh

Wikipedia, 2007. Susu kambing, http://www.wikipedia.org : 10 juli 2008.

Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.
____________ dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. M-BRIO Press, Bogor.